Friday, February 5, 2010

Sumbangsih Ibnu Taimiyah Terhadap Islam dan Muslimin

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, pembaru agung itu telah wafat berabad-abad yang lalu di dalam penjara Damaskus, sesudah melakukan jihad panjang di dalam hidupnya. Melalui pena dan lisannya yang tajam berisi, beliau runtuhkan sendi-sendi kesesatan ahli bid’ah dan ahli ahwa’ dari kalangan ahli filsafat, ahli kalam, kaum tarekat Sufiyah, Syi’ah Rafidhah, Nushairiyah, kaum salibis maupun Yahudi serta yang lainnya.

Zaman Syaikhul Islam hidup adalah zaman di mana tersebar berbagai kebid’ahan dan kesesatan, kejahilan, dan taklid buta. Ditambah lagi, negara-negara Islam saat itu dalam bahaya besar yang mengancam, yaitu bangsa Tartar yang mulai menyerang pelbagai wilayah Timur Tengah.
Dalam kondisi seperti inilah Syaikhul Islam senantiasa berdiri tegar menghadang laju musuh-musuh Islam, baik dari kalangan ahli bid’ah maupun orang-orang kafir. Beliau berpindah dari satu majelis ke majelis lainnya, dari satu medan perang ke kancah pertempuran lainnya. Beliau berjuang, memerintahkan kebaikan, mencegah kemungkaran, memberi nasihat, menjelaskan dan membongkar berbagai kesesatan firqah-firqah sesat serta berusaha mengembalikan kaum muslimin kepada ajaran Islam yang murni.

Syaikhul Islam rahimahullahu telah meninggalkan warisan yang tak ternilai harganya. Bahkan ini merupakan salah satu rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan memelihara peninggalan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Betapa banyak warisan-warisan ilmiah para ulama besar masih tersimpan sebagai manuskrip. Belum dapat dipetik faedahnya oleh kaum muslimin, bahkan sebagiannya hilang atau mungkin tersimpan di perpustakaan-perpustakaan besar di seluruh dunia. Wallahul musta’an.

Beliau adalah pelopor setiap kebangkitan umat Islam di belahan bumi manapun. Umat yang terbimbing menuju jalan yang lurus tentu tidak akan lupa jasa besar beliau dalam menjelaskan rambu-rambu dan simbol-simbol Islam yang hampir pudar di bawah tumpukan bid’ah, hawa nafsu, adat istiadat, taklid, kedustaan, dan berbagai kebatilan. Sungguh, warisan Syaikhul Islam bersambung dengan kehidupan umat ini, dan akan terus demikian.

Dalam Ilmu-ilmu Ushul
Jasa beliau dalam bidang ilmu ushul, baik aqidah maupun manhaj dan ushul fiqihnya sangat besar. Terutama dalam bidang aqidah.
Al-Imam Al-Hafizh ‘Umar bin Al-Bazzar –salah seorang murid beliau– dalam kitabnya Al-A’lamul ‘Aliyah fi Manaqib Ibni Taimiyah menceritakan bagaimana keadaan tokoh-tokoh yang terbelit dengan kebingungan ilmu kalam dan filsafat. Mereka sama sekali tidak mampu merumuskan sebuah kebenaran di dalam hati mereka. Bahkan ilmu kalam dan filsafat yang mereka pelajari itu tidak mengakar pada diri mereka. Mereka melihatnya sebagai lembah kebingungan dan kesesatan.

Hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala anugerahkan kesempatan kepada mereka membaca buku-buku Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu yang sarat dengan dalil-dalil sam’iyat (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dan logika/nalar. Ternyata, buku-buku beliau rahimahullahu membuktikan bahwa akal yang sehat pasti bersesuaian dengan dalil-dalil sam’i tersebut. Akhirnya tersingkaplah kegelapan yang menyelimuti mereka akibat teori-teori ahli kalam dan hilanglah kekhawatiran tersesat dalam diri mereka ketika membahasnya.
Bahkan Al-Imam Al-Bazzar rahimahullahu menegaskan dengan ucapannya: “Siapa yang mau membuktikan benarnya perkataan saya ini, kalau dia mau, hendaklah dia meneliti buku-buku beliau dengan jujur, adil, jauh dari kedengkian dan penyelewengan, baik yang ringkas seperti Syarah ‘Aqidah Ashbahaniyah atau yang lebih luas Dar’ut Ta’arudh Al-‘Aql wan Naql…”

Al-Imam Al-Bazzar pernah menanyakan kepada beliau rahimahullahu mengapa beliau lebih banyak menulis dalam bidang ushul ini, ketika beliau meminta agar Syaikhul Islam mau menulis tentang fiqih. Tetapi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah memberi jawaban: “Masalah furu’, mudah. Siapa saja yang diikuti seorang muslim dari sekian ulama maka dia boleh mengamalkannya, selama tidak nampak kesalahannya.
Adapun ilmu-ilmu ushul, karena banyaknya ahli bid’ah, orang-orang sesat pengikut hawa nafsu, ahli-ahli filsafat, kaum batiniah, mulhid, orang-orang yang berkeyakinan wihdatul wujud (manunggaling kawula gusti), dan lain-lain, yang ingin meruntuhkan sendi-sendi syariat ini. Bahkan kebanyakan mereka telah menjerumuskan manusia ke dalam keraguan tentang prinsip-prinsip pokok dien mereka. Sebab itulah saya tidak pernah mendengar atau melihat mereka yang berpaling dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, menyambut dan menerima pernyataan atau pendapat ahli kalam atau filsafat itu, melainkan akhirnya menjadi zindiq, tidak yakin dengan dien (Islam) dan aqidahnya.”

Termasuk dalam hal ini adalah karya Syaikhul Islam dalam aqidah dan manhaj, yang sarat dengan penetapan kaidah pokok yang menyeluruh sekaligus bantahan terhadap berbagai teori filsafat dan ilmu kalam yang disusupkan ke dalam aqidah Islam.

Dalam banyak tulisannya, Syaikhul Islam selalu menganjurkan untuk merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber utama syariat Islam. Beliau berkata: “Adapun berita dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah berita yang haq (pasti dan benar)… Tidak mungkin berita dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengandung kebatilan…”

Beliau juga mengatakan: “Tidak satupun mereka menyempal dengan satu pendapat ganjil dari mayoritas muslimin, melainkan di dalam Kitab Allah dan As-Sunnah ada dalil yang menerangkan kerusakannya (kesesatannya). Adapun pendapat yang diterangkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah, tidaklah dikatakan syadz (ganjil), meskipun yang menyuarakannya lebih sedikit dibandingkan yang mengatakan pendapat yang salah… Sehingga jumlah banyak atau sedikitnya yang mengucapkan, tidaklah dianggap….”

Beliau menegaskan pula wajibnya mengedepankan syariat daripada akal ketika dianggap ada pertentangan di antara keduanya. Sebab sejatinya, akal yang sehat, tidak akan mungkin bertentangan dengan dalil-dalil naqli (Al-Qur’an dan As-Sunnah) yang jelas dan gamblang.
Karya-karya beliau dalam bidang ini antara lain:
- Al-Aqidah Al-Wasithiyah, yang ditulis beliau atas permintaan seorang qadhi Wasith. Kitab ini ditulis setelah selesai shalat ‘ashar. Di dalamnya beliau jelaskan prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, baik terkait tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala atau rukun iman lainnya. Lawan-lawan beliau menghadirkan Shafiyuddin Al-Hindi, syaikh para syaikh yang ada untuk berdebat dengan Syaikhul Islam rahimahullahu.
1- Al-Hamawiyah, juga beliau tulis dalam waktu yang sangat singkat, antara shalat zhuhur dan ‘ashar. Bahkan sebagian tokoh Syafi’iyah, Imamuddin Al-Quzwaini meminta beliau membacakan kepadanya dan menjelaskan beberapa hal yang masih musykil. Setelah mendapat keterangan yang memuaskan, qadhi memutuskan bahwa semua yang mencela Syaikh (Ibnu Taimiyah) diberi peringatan.

2- Dar’ut Ta’aradh ‘Aqli wan Naqli, salah satu kitab utama Syaikhul Islam yang membantah pemikiran kaum Asya’irah (Asy’ariyah, red.) yang mengharuskan didahulukannya akal daripada wahyu jika bertentangan.

Dalam Bidang Tafsir
Ibnu ‘Abdil Hadi rahimahullahu, salah seorang murid Syaikhul Islam mengatakan: “Adapun tafsir, maka diserahkan kepada beliau. Beliau sangat cepat dan kuat dalam menghadirkan sejumlah ayat Al-Qur’an ketika menerangkan satu masalah. Bahkan beliau mengumpulkan pendapat ahli tafsir dari kalangan salaf yang menyebutkan sanad dalam kitab-kitab mereka lebih dari 30 jilid. Sebagian dituliskan oleh para sahabatnya dan banyak pula yang belum mereka tulis.”

Adapun 30 jilid itu, belum tersusun berdasarkan mushaf yang mulia di tangan kita secara teratur. Lepas dari itu, beliau rahimahullahu, telah memberikan satu sumbangan besar yang berharga bagi kaidah-kaidah tafsir yang diteruskan oleh para ulama sesudah beliau. Kitab beliau Muqaddimah Ushul Tafsir terhitung kitab paling penting dalam bidang ini. Bahkan sejatinya, kitab ini merupakan bukti nyata metode (manhaj) yang ditempuhnya dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’anul Karim.

Dalam kitab tersebut, beliau telah membuka pintu selebar-lebarnya untuk memahami maksud Al-Qur’an. Beliau letakkan kaidah dan timbangan serta metode tarjih terhadap beberapa pendapat. Tetapi Syaikhul Islam tidak bertaklid kepada salah seorangpun dari ahli tafsir sebelum beliau ataupun ahli ilmu-ilmu Al-Qur’an lainnya.
Beliau menegaskan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan kepada para sahabatnya makna-makna Al-Qur’an sebagaimana beliau menjelaskan lafadz-lafadznya kepada mereka g. Sehingga, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur`an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (An-Nahl: 44)

meliputi penjelasan tentang lafadz dan makna.
Bahkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ
“Maka apakah mereka tidak memerhatikan Al-Qur’an?” (Muhammad: 24)
dan ayat yang semakna, menjelaskan bahwasanya tidak mungkin mentadabbur Al-Qur’an tanpa memahami maknanya.
Sebab itulah perselisihan pendapat di kalangan sahabat dalam masalah tafsir sangat sedikit. Meskipun hal ini lebih banyak terjadi di antara para tabi’in daripada sahabat, tetapi jauh lebih sedikit dibandingkan dengan orang-orang yang sesudah mereka.

Dalam Bidang Fiqih dan Ushulnya
Sebagaimana telah diuraikan dalam pembahasan sebelumnya, Ibnu Az-Zamlakani mengatakan: “Ahli fiqih dari berbagai mazhab, jika diskusi bersama beliau, niscaya mereka memetik faedah dari beliau hal-hal yang sebelumnya tidak pernah mereka kenal.”
Terlebih lagi, beliau rahimahullahu telah mencapai tingkat mujtahid. Beberapa fatwa beliau menimbulkan pro dan kontra, sampai pemerintah waktu itu diminta menangkap dan memaksa beliau untuk tidak mengeluarkan fatwanya yang bertentangan dengan mazhab yang ada ketika itu.

Di antara fatwa paling masyhur diperselisihkan adalah masalah thalaq (talak/cerai); thalaq tiga sekaligus menurut beliau tetap jatuhnya satu. Kemudian dalam masalah ziarah kubur. Insya Allah diulas ringkas dalam Tuduhan dan Kedustaan Terhadap Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Lain-lain
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu bukan hanya seorang ilmuwan mujtahid dalam ilmu-ilmu syariah dan cabang-cabangnya. Atau kritikus tajam terhadap lawan debatnya yang menyelisihinya di bidang aqidah. Bukan pula semata pakar hadits yang hanya piawai di bidang ilmu-ilmu hadits dan rawi-rawinya. Bukan pula hanya seorang pemikir besar hingga mampu menumbangkan tokoh-tokoh besar ahli filsafat dan mantiq serta menjelaskan kesalahan-kesalahan dan ketergelinciran mereka dalam ilmu yang mereka susupkan ke dalam syariat yang mulia ini. Bukan hanya itu.

Tetapi, Ibnu Taimiyah adalah juga ahli perang dan ahli siasat syar’i yang ulung. Karya-karya beliau tentang politik Islam dan kepemerintahan membuktikan hal itu. Sebut saja beberapa kitab beliau tentang masalah ini, seperti Al-Hisbah fil Islam, As-Siyasah Asy-Syar’iyah, atau Wazhifatul Hukumah Al-Islamiyah, dan sejumlah fatwa lainnya. Sampai-sampai seorang orientalis Perancis, Henry Louis mengumpulkan pandangan-pandangan Syaikhul Islam tentang sosial politik bahkan menjadikannya sebagai topik salah satu pembahasan tesis doktoralnya di Paris.

Tak kalah pentingnya, bahkan dapat dikatakan sebagai salah satu penentu masa depan Islam dan kaum muslimin, sesudah rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tentunya, adalah andil beliau dalam membangkitkan semangat para penguasa dan kaum muslimin menghadapi bangsa Tartar.

Dapat diringkas peran beliau dalam menghadapi bangsa Tartar sebagai berikut:
1. Tanggal 17 Syawwal 697 H, beliau membangkitkan semangat kaum muslimin dan penguasa mereka untuk berjihad. Beliau jelaskan pahala yang diterima para mujahid.

2. Tahun 699 H –ketika Qazan mendekati Syam–, beliau menemui Qazan bersama beberapa tokoh negeri itu, meminta jaminan keamanan bagi negeri itu. Syaikhul Islam berbicara dengan kalimat-kalimat yang tajam dan pedas, hingga orang-orang yang ikut menyertai, merasa yakin beliau akan dibunuh. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan beliau dan kaum muslimin.

3. Ketika Tartar menguasai Damaskus, mereka ingin menguasai pula benteng penduduk Damaskus. Syaikhul Islam datang kepada penguasa benteng yang ingin menyerahkan benteng itu kepada Tartar. Beliau berkata: “Seandainya tidak ada yang tersisa selain satu batu bata di benteng ini, tetap jangan anda serahkan kepada mereka, kalau anda mampu.” Akhirnya benteng itupun selamat dari cengkraman Tartar.

4. Ibnu Taimiyah kembali menemui raja Tartar tanggal 20 Rabi’ul Akhir (699 H), namun tidak jadi bertemu. Beliau lalu menemui Bulai (seorang jenderal Tartar) dan membicarakan tawanan muslimin yang ada di tangannya. Akhirnya dibebaskanlah sebagian besar tawanan itu, dan beliau tinggal bersama mereka selama tiga hari.

5. Setelah Tartar meninggalkan Syam, negara dalam keadaan mencekam. Rakyat diliputi ketakutan luar biasa, kapan Tartar akan menyerang lagi? Merekapun berkumpul menjaga benteng kota untuk mempertahankan negara. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah setiap malam berkeliling menghasung dan memberi semangat untuk tetap sabar dan terus berperang. Beliau bacakan kepada mereka ayat-ayat jihad dan ribath (berjaga di perbatasan wilayah muslimin).

6. Tahun 700 H, tersebar desas-desus Tartar akan menyerang Syam sekali lagi. Rakyat resah luar biasa. Ibnu Katsir menceritakan: “Di awal Shafar, datang berita bahwa Tartar menuju Syam siap untuk memasuki Mesir. Rakyat tersentak, bertambah-tambah kelemahan mereka, bahkan serasa hilang kesadaran mereka. Akhirnya mereka segera berusaha melarikan diri menuju Mesir atau benteng-benteng yang kokoh. Harga unta naik menjadi seribu dirham dan keledai menjadi limaratus dirham. Sedangkan perabotan dan pakaian serta barang-barang lainnya terpaksa dijual murah. Syaikhul Islam tetap di majelisnya di masjid Jami’ menghasung kaum muslimin untuk berperang. Beliau uraikan ayat dan hadits tentang jihad. Beliau melarang agar jangan buru-buru melarikan diri. Bahkan beliau menyatakan wajib memerangi bangsa Tartar. Akhirnya, diumumkan kepada seluruh rakyat untuk tidak keluar kota kecuali dengan surat jalan resmi. Rakyatpun berhenti mengungsi (melarikan diri).

Rakyat semakin kalut ketika Sultan kembali ke Mesir. Merekapun keluar meninggalkan Syam. Syaikhul Islam datang ke wakil penguasa di Syam dan memberi semangat serta mendorong mereka mengundang Sultan datang ke Damaskus. Wakil itupun datang menemui Sultan, tetapi tidak mendapatinya di Mesir, ternyata Sultan sudah masuk ke Kairo. Pasukanpun tercerai berai. Ibnu Taimiyah menemui Sultan dan membujuknya menyiapkan pasukan menuju Syam. Kata beliau ketika itu: “Jika anda tidak mau kembali ke Syam dan melindunginya, kami akan angkat seorang penguasa yang mengatur dan melindunginya serta memerhatikannya di waktu aman.”

Beliau terus mendorong hingga terkumpullah pasukan besar siap menuju Syam. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tetap di Mesir selama delapan hari menghasung mereka berjihad. Akhirnya, mereka menerima seruan beliau, dan beliaupun kembali ke Syam. Kemudian, datanglah berita ke wilayah Syam bahwa Tartar sudah kembali, tidak jadi menyerang Syam. Rakyatpun kembali merasa aman.

7. Dalam pertempuran di Syaqhab, tahun 702 H, di mana Tartar mengalami kekalahan, peran Syaikhul Islam juga sangat besar. Beliau memberikan kabar gembira akan kemenangan mereka, bahkan bersumpah: “Demi Allah, Yang tidak ada sesembahan yang haq kecuali Dia, bahwasanya kamu akan ditolong mengalahkan mereka, pada kesempatan ini.” Seorang pembesar menegur: “Katakanlah: ‘Insya Allah’.” Beliau menukas: “Insya Allah sebagai penegas, bukan menggantungkan.”

Beberapa pembesar seperti panglima Husamuddin Lajin Ar-Rumi, Shalahuddin bin Al-Malik As-Sa’id Al-Kamil, dan beberapa orang terkemuka lainnya, gugur dalam peperangan itu. Menjelang ashar kaum muslimin dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala berhasil mengalahkan pasukan Tartar.

Malam harinya, pasukan Tartar dikepung oleh kaum muslimin ketika mereka berlindung di bukit-bukit. Kaum muslimin menyerang mereka bertubi-tubi dari segala penjuru hingga menjelang fajar. Akhirnya banyak di antara mereka yang terbunuh, bahkan yang tertangkap di antara mereka dihukum mati. Sebagian kecil ada yang selamat tetapi mereka binasa di lembah-lembah dan tempat lainnya, atau tenggelam di sungai Eufrat karena gelapnya malam.

Peranan beliau ini, termasuk penentu sejarah peradaban manusia di masa mendatang. Terusirnya bangsa Tartar dari Timur Tengah, membuat mereka berpikir keras untuk menyerbu kembali. Dengan selamatnya wilayah Timur Tengah ini, maka semenanjung Eropa dan sekitarnya terselamatkan pula dari jarahan mereka. Wallahu a’lam.
Tidak banyak sumber yang menerangkan andil besar beliau dalam jihad menghadapi kaum salibis sebelum mereka diusir dari negeri Syam terakhir kalinya. Hanya saja, Al-Bazzar menceritakan, ketika memaparkan keteguhan dan keberanian Syaikhul Islam: “Mereka ceritakan bahwa mereka melihat Ibnu Taimiyah ketika membebaskan ‘Akkah memperlihatkan keberanian yang luar biasa. Tak mungkin diterangkan dengan kata-kata. Kata mereka: ‘Sungguh, salah satu sebab kaum muslimin menguasai kembali kota ini adalah karena tindakan, tepatnya arahan dan pandangan beliau’.”
Padahal usia beliau ketika itu baru sekitar 30 tahun. Wallahu a’lam.

1 Beberapa tokoh seperti As-Subki tidak merasa kagum dengan terbungkamnya Shafiyuddin Al-Hindi. Bahkan mereka berusaha menutup-nutupi kenyataan ini. Akan tetapi, Al-Hafizh Ibnu Hajar dengan tegas menerangkan bahwa tidak ada yang tetap berdebat dengan Ibnu Taimiyah sampai selesai melainkan Ibnul Wakil. Wallahu a’lam.

مراتب الإيمان خمسة

1. إيمان تقليد: هوالجزم بقول الغيرمن غير أن يعرف دليلاوهويصح إيمانه مع العصيان بتركه النظر أى الإستدلال إن كان قادرا على الدليل
2. إيمان علم وهو معرفة العقائدبادلتهاوهذامن علم اليقين وكلاالقسمين صاحبهما محجوب عن ذات الله تعالى
3. إيمان عيان وهومعرفة الله بمراقبةالقلب فلايغيب ربه عن خاطره طرفة عين بل هيبته دائمافى قلبه كأنه يراه وهومقا مقام المراقبة ويسمى عين اليقين
4. إيمان حق وهورؤية الله تعالىبقلبه وهومعنى قولهم العارف يراه وهومقام المراقبة ويسمى عين اليقين
5. إيمان حقيقة وهوالفناءبالله والسكربحبه فلايشهدالاإياه كمن غرق فى بحرولم يرله ساحلا
والواجب على الشخص احدالقسمين الأولين وأماالثلاثة الأخرفعلوم ربانية يخص بها من يشاءمن عباده
(من شرح كاشفة السجا للشيخ الإمام عبدالمعطى محمد نواوى الجاوى على سفينة النجا للشيخ العالم الفاضل سالم بن سمير الحضرى)

Wednesday, February 3, 2010

PEMUDA MENYIKAPI PASAR BEBAS



Oleh: Wahyu Mastariningsih*
Sebelum membahas bagaimana pemuda menyikapi pasar bebas, saya akan mencoba membahas tentang pasar bebas terlebih dahulu, termasuk didalamnya hal-hal yang mendasarinya, sekilas tentang sejarahnya, dampak yang ditimbulkan bagi duni terutama Indonesia, setelah itu peran kita sebagai pemuda, generasi penerus bangsa dalam menyikapi pasar bebas ini

PASAR BEBAS
Sering kita dengar media biasa menggunakan kata-kata: "Rupiah anjlok karena pemerintah tidak mengikuti kemauan pasar  atau  kehendak  pasar".  Inilah  yang  dimaksud  sebagai  keterikatan  terhadap  Modal  atau keterikatan  terhadap  Ekonomi  Pasar.  Arti  yang  dimaksud  dari  istilah  "pasar"  tersebut  adalah sistem ekonomi yang kapitalistik. "Pasar Bebas" artinya kebebasan bergerak dari ekonomi modal (dan  para  pemilik  modal)  sebebas-bebasnya.  Pasar  bebas  adalah  mesin  utama  dari  Globalisasi yang  saat  ini  sedang  naik  daun.  Dan  untuk  memahami  Pasar  Bebas  ini,  maka  kita  perlu memahami  Neo-Liberalisme  (liberalisme  baru).  Inilah  ideologi  mutakhir  kapitalisme  yang  saat  ini sedang  jaya-jayanya,  terutama  slogan  TINA  (There  is  No  Alternatives)  dari  mulut  Margaret Thatcher salah seorang pengikut Hayek. Semenjak 1970-an hingga kini, Neo-Liberalisme mulai menanjak naik menjadi kebijakan dan praktek negara-negara kapitalis maju, dan didukung oleh pilar-pilar badan dunia: Bank Dunia, IMF dan WTO.

NEO-LIBERALISME
Dengan memahami Neo-Liberal, maka kita dapat memahami berbagai sepak terjang badan-badan multilateral  dunia;  kita  dapat  memahami  perubahan  kebijakan  domestik  di  negara-negara  maju; kita dapat memahami mengapa terjadi krisis moneter dan ekonomi yang tidak berkesudahan; kita dapat  memahami  mengapa  Indonesia  didikte  dan  ditekan  terus  oleh  IMF;  kita  dapat  memahami mengapa  Rupiah  tidak  pernah  stabil;  kita  dapat  memahami  mengapa  BUMN  didorong  untuk  di-privatisasi; kita dapat memahami mengapa listrik, air, BBM, dan pajak naik; kita dapat memahami mengapa impor beras dan bahan pangan lain masuk deras ke Indonesia; kita dapat memahami mengapa ada BPPN, Paris Club, Debt Rescheduling dan lain-lain; dan banyak lagi soal-soal yang
membingungkan dan memperdayai publik.

Program  Neo-Liberal  yang  terkenal  dan  dipraktekkan  dimana-mana  adalah  SAP (Structural Adjustment Program) yaitu Program penyesuaian struktural yang merupakan program utama dari Bank Dunia dan IMF, termasuk juga yang dilaksanakan WTO namun dengan nama yang berbeda. WTO memakai istilah-istilah seperti fast-track, progressive liberalization, harmonization dan lain-lain, yang  Intinya tetap sama. Dengan nama yang sopan  "penyesuaian  struktural", namun yang sebenarnya dimaksud adalah  "penghancuran  dan  pendobrakan  radikal"  terhadap struktur  dan  sistem  lama  yang  tidak  bersesuaian  dengan  mekanisme  pasar  bebas  murni.

Jadi Pasar  Bebas  adalah  intinya  (mesin  penggeraknya),  Neo-Liberal  adalah  ideologinya,  dan  SAP adalah  praktek  atau  implementasinya.  Sementara  tujuannya  adalah  ekspansi  sistem  kapitalisme global.

PASAR BEBAS VERSI NEO-LIBERALISME
Sejarah Neo-Liberal bisa dirunut jauh ke masa-masa tahun 1930-an. Adalah Friedrich von Hayek
(1899-1992)  yang  bisa  disebut  sebagai  Bapak  Neo-Liberal.  Hayek  terkenal  juga  dengan  julukan
ekonom ultra-liberal. Muridnya yang utama adalah Milton Friedman, pencetus monetarisme.
Pandangan  Neo-Liberal  dapat  diamati  dari  pikiran  Hayek.  Bukunya  yang  terkenal  adalah 
"The Road to Serfdom" (Jalan ke Perbudakan)
Buku tersebut kemudian  menjadi kitab suci kaum kanan dan diterbitkan di  Reader’s Digest di tahun 1945. Neo-liberal menginginkan suatu sistem ekonomi yang sama dengan kapitalisme abad-19, di mana kebebasan individu  berjalan  sepenuhnya  dan  campur  tangan  sesedikit  mungkin  dari  pemerintah  dalam kehidupan ekonomi. Regulator utama dalam kehidupan ekonomi adalah mekanisme pasar, bukan pemerintah. Mekanisme pasar akan diatur oleh persepsi individu, dan pengetahuan para individu akan dapat memecahkan kompleksitas dan ketidakpastian ekonomi, sehingga mekanisme pasar dapat menjadi alat juga untuk memecahkan masalah sosial. Menurut mereka, pengetahuan para individu  untuk  memecahkan  persoalan  masyarakat  tidak  perlu  disalurkan  melalui  lembaga-lembaga kemasyarakatan. Dalam arti ini maka Neo-liberal juga tidak percaya pada Serikat Buruh atau organisasi masyarakat lainnya.
Dengan  demikian  Neo-liberal  secara  politik  terus  terang  membela  politik  otoriter. 
Demokrasi  politik,  menurut  neo-Liberal,  dengan demikian  adalah  sistem  politik  yang  menjamin  terlaksananya  kebebasan  individu  dalam  melakukan  pilihan  dalam  transaksi  pasar,  bukan  sistem  politik  yang  menjamin  aspirasi  yang pluralistik serta partisipasi luas anggota masyarakat. Bahkan salah seorang pentolan neo-Liberal, William Niskanen, menyatakan bahwa suatu pemerintah yang terlampau banyak mengutamakan kepentingan  rakyat  banyak  adalah  pemerintah  yang  tidak  di nginkan  dan  tidak  akan  stabil.  Bila terjadi  konflik  antara  demokrasi  dengan  pengembangan  usaha  yang  kapitalistis,  maka  mereka memilih untuk mengorbankan demokrasi.
Salah satu benteng neo-liberal adalah Universitas Chicago, di mana Hayek mengajar di situ antara
tahun  1950  sampai  1961,  dan  Friedman  menghabiskan  seluruh  karir  akademisnya.  Karena  itu
mereka juga terkenal sebagai "Chicago School". Buku Friedman adalah "The Counter Revolution in  Monetary  Theory",  yang  menurutnya  telah  dapat  menyingkap  hukum  moneter  yang  telah diamatinya  dalam  berabad-abad  dan  dapat  dibandingkan  dengan  hukum  ilmu  alam.  Friedman percaya pada freedom of choice (kebebasan memilih) individual yang ekstrim. Dengan demikian, neo-Liberal  tidak  mempersoalkan  adanya  ketimpangan  distribusi  pendapatan  di  dalam masyarakat. Pertumbuhan konglomerasi dan bentuk-bentuk unit usaha besar lainnya semata-mata dianggap  sebagai  manifestasi  dari  kegiatan  individu  atas  dasar  kebebasan  memilih  dan persaingan  bebas.  Efek  sosial  yang  ditimbulkan  oleh  kekuasaan  ekonomi  pada  segelintir kelompok  kuat  tidak  dipersoalkan  oleh  neo-Liberal.  Karenanya  demokrasi  ekonomi  tidak  ada  di dalam agenda kaum neo-Liberal.
Sejak tahun 1970-an, neo-Liberal mulai berkibar. Sejak itu pulalah seluruh paradigma  ekonomi  secara  perlahan  masuk  ke  dalam  cara  berpikir  neo-Liberal,  termasuk  ke dalam badan-badan multilateral, Bank Dunia, IMF dan GATT (kemudian menjadi WTO). Doktrin pokok dari Thatcher adalah paham kompetisi – kompetisi di antara  negara,  di  antara  wilayah,  di  antara  perusahaan-perusahaan,  dan  tentunya  di  antara  individu.
Kompetisi  adalah  keutamaan,  dan  karena  itu  hasilnya  tidak  mungkin  jelek.  Karena  itu  kompetisi dalam  pasar  bebas  pasti  baik  dan  bijaksana.  Kata  thatcher  suatu  kali,  “Adalah  tugas  kita  untuk  terus  mempercayai  ketidakmerataan,  dan  melihat  bahwa  bakat  dan  kemampuan  diberikan  jalan
keluar  dan  ekspresi  bagi  kemanfaatan  kita  bersama”.  Artinya,  tidak  perlu  khawatir  ada  yang  tertinggal dalam persaingan kompetitif, karena ketidaksamaan adalah sesuatu yang alamiah. Akan tetapi ini baik karena berarti yang terhebat, terpandai, terkuat yang akan memberi manfaat pada semua orang.

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PASAR BEBAS, NEO-LIBERALISME
Sejak  1980-an  pula,  bersamaan  dengan  krisis  hutang  Dunia  Ketiga,  maka  paham  neo-Liberal menjadi paham kebijakan badan-badan dunia  multilateral  Bank  Dunia, IMF dan  WTO. Tiga poin dasar neo-Liberal dalam multilateral ini adalah: pasar bebas dalam barang dan jasa; perputaran modal  yang  bebas;  dan  kebebasan  investasi.  Sejak  itu  Kredo (paham) neo-Liberal  telah  memenuhi  pola pikir  para  ekonom  di  negara-negara  tersebut.  Kini  para  ekonom  selalu  memakai  pikiran  yang standard dari neo-Liberal, yaitu deregulasi, liberalisasi, privatisasi dan segala jampi-jampi lainnya. Kaum mafia Berkeley UI yang dulu neo-klasik, kini juga berpindah paham menjadi neo-liberal. Poin-poin pokok neo-Liberal dapat disarikan sebagai berikut:
1.  ATURAN PASAR. Membebaskan perusahaan-perusahaan swasta dari setiap keterikatan yang dipaksakan  pemerintah.  Keterbukaan  sebesar-besarnya  atas  perdagangan  internasional  dan investasi. Mengurangi upah buruh lewat pelemahan serikat buruh dan penghapusan hak-hak buruh.  Tidak  ada  lagi  kontrol  harga.  Sepenuhnya  kebebasan  total  dari  gerak  modal,  barang dan jasa.
2.  MEMOTONG  PENGELUARAN  PUBLIK  DALAM  HAL  PELAYANAN  SOSIAL.  Ini  seperti
terhadap  sektor  pendidikan  dan  kesehatan,  pengurangan  anggaran  untuk  ‘jaring  pengaman’
untuk orang miskin, dan sering juga pengurangan anggaran untuk infrastruktur publik, seperti
jalan, jembatan, air bersih – ini juga guna mengurangi peran pemerintah. Di lain pihak mereka
tidak menentang adanya subsidi dan manfaat pajak (tax benefits) untuk kalangan bisnis.
3.  DEREGULASI.  Mengurangi  paraturan-peraturan  dari  pemerintah  yang  bisa  mengurangi
keuntungan pengusaha.
4.  PRIVATISASI.  Menjual  BUMN-BUMN  di  bidang  barang  dan  jasa  kepada  investor  swasta.
Termasuk  bank-bank,  industri  strategis,  jalan  raya,  jalan  tol,  listrik,  sekolah,  rumah  sakit,
bahkan juga air minum. Selalu dengan alasan demi efisiensi yang lebih besar, yang nyatanya
berakibat pada pemusatan kekayaan ke dalam sedikit orang dan membuat publik membayar
lebih banyak.
5.  MENGHAPUS KONSEP BARANG-BARANG PUBLIK (PUBLIC GOODS) ATAU KOMUNITAS.
Menggantinya  dengan  “tanggungjawab  individual”,  yaitu  menekankan  rakyat  miskin  untuk mencari  sendiri  solusinya  atas  tidak  tersedianya  perawatan  kesehatan,  pendidikan,  jaminan
sosial dan lain-lain; dan menyalahkan mereka atas kemalasannya.

Dalam  kaitannya  dengan  pelaksanaan  program  di  Bank  Dunia  dan  IMF  ini,  maka  program  neo-Liberal, mengambil bentuk sebagai berikut:
1.  Paket  kebijakan                      Structural  Adjustment  (Penyesuaian  Struktural),  terdiri  dari  komponen-
komponen: (a) Liberalisasi impor dan pelaksanaan aliran uang yang bebas; (b) Devaluasi; (c)
Kebijakan  moneter  dan  fiskal  dalam  bentuk:  pembatasan  kredit,  peningkatan  suku  bunga
kredit,  penghapusan  subsidi,  peningkatan  pajak,  kenaikan  harga public  utilities, dan penekanan untuk tidak menaikkan upah dan gaji.
2.  Paket  kebijakan  deregulasi,  yaitu:  (a)  intervensi  pemerintah  harus  dihilangkan  atau
diminimumkan  karena  dianggap  telah  mendistorsi  pasar;  (b)  privatisasi  yang  seluas-luasnya
dalam  ekonomi  sehingga  mencakup  bidang-bidang  yang  selama  ini  dikuasai  negara;  (c)
liberalisasi  seluruh  kegiatan  ekonomi  termasuk  penghapusan  segala  jenis  proteksi;  (d)
memperbesar  dan  memperlancar  arus  masuk  investasi  asing  dengan  fasilitas-fasilitas  yang
lebih luas dan longgar. 
3.  Paket  kebijakan  yang  direkomendasikan  kepada  beberapa  negara  Asia  dalam  menghadapi
krisis  ekonomi  akibat  anjloknya  nilai  tukar  mata  uang  terhadap  dol ar  AS,  yang  merupakan
gabungan dua paket di atas ditambah tuntutan-tuntutan spesifik disana-sini.
PASAR BEBAS, NEO-LIBERALISME di INDONESIA
Di  Indonesia,  paham  neo-liberal  mulai  terasa  pengaruhnya  di  tahun  1980-an,  ketika  pemerintah
mulai  menerapkan  kebijakan  liberalisasi  keuangan  dan  ekonomi,  yang  berujud  dalam  berbagai
paket deregulasi  semenjak tahun 1983. Paralel dengan masa itu adalah terjadinya krisis hutang
dunia  Ketiga  di  tahun  1982,  ketika  Mexico                        default  (menyatakan  tidak  mampu  membayar
hutangnya). Setelah itu Bank Dunia dan IMF masuk ke dalam perekonomian negara-negara yang
terkena krisis hutang lewat perangkat SAP. Saat itu terutama di negara-negara Amerika Latin dan
Afrika.  Indonesia  belumlah  terkena  krisis,  dan  karenanya  jauh  dari  hiruk-pikuk  SAP.  Akan  tetapi
sejak itu jelas pola pembangunan Indonesia mulai mengadopsi kebijakan neo-liberal, khususnya
karena keterikatan Indonesia kepada IGGI, Bank Dunia dan IMF.
Berbagai kebijakan deregulasi perbankan dan keuangan di awal tahun 1980-an adalah awal dari
liberalisme  ekonomi  dan  dominasi  paham  neo-liberal  di  antara  para  ekonom.  Sejak  itu  berbagai
kebijakan, peraturan, dan tindakan pemerintah adalah untuk melayani kepentingan korporasi, yang
pada  masa  itu  adalah  para  konglomerat  Orde  Baru,  keluarga  Suharto  dan  TNC/MNC (pemodal asing) yang digandengnya.
Globalisasi  melestarikan  kompradorisme  (kaki  tangan  dan  kepanjangan  tangan  kapitalisme
internasional),  tetapi  sekaligus  juga  hendak  menancapkan  kukunya  lebih  dalam  lagi  guna
menguasai  secara  total  perekonomian  nasional  suatu  negara.  Pada  intinya  adalah
menghancurkan  kedaulatan  nasional. Kaum  komprador  yang  terlalu  berkuasa  secara  nasional
juga tidak mereka sukai, seperti kerajaan bisnis Suharto serta kroni-kroni konglomeratnya, karena
seringkali  mampu  menghalang-halangi  kepentingan  kapital  global  untuk  kepentingan  mereka
sendiri  yang  mengganggu  mekanisme  pasar.  Yang  mereka  inginkan  sekarang  adalah  dominasi
sepenuhnya, mekanisme pasar sepenuhnya, dan kontrol hukum sepenuhnya.
Kita  bisa  mencatat  banyak  kejadian  kasus  globalisasi  yang  kemudiannya  telah  menghancurkan
dan mengorbankan Indonesia, baik dari segi kedaulatan nasional, kedaulatan hukum, dan korban
berjuta-juta rakyat Indonesia memasuki masa depan yang gelap. Krisis yang terus berlanjut hingga
kini adalah gambaran bahwa Indonesia merupakan korban terparah globalisasi. Ini yang tidak mau
diakui oleh IMF, Bank Dunia dan para ekonom neo-liberal, yang selalu menyalahkannya kepada
pemerintah dan negara bersangkutan, baik dari segi KKN, korupsi,  bad-governance dan lainnya
sistem Pasar Bebas yang kapitalistik memanfaatkan KKN untuk keuntungan
pemodal  asing  (TNC/MNC)  dari  negara-negara  maju.  Contoh  paling  jelas  adalah    Freeport  di
Papua dan Exxon di Aceh. Sistem pasar bebas dan globalisasi ini mengekalkan hubungan neo-
kolonialisme-imperialisme,  sehingga  Indonesia  sukar  sekali  keluar  dari  ketergantungannya  pada
negara-negara maju dan badan-badan dunia tersebut.

MALAPETAKA NASIONAL
1.  Perampokan besar-besaran Bank Sentral
2.  Tambal sulam kemiskinan lewat utang
3.  Penghancuran ketahanan pangan
4.  Penciptaan pasar tanah
5.  Penguasaan air minum
6.  Mafia Utang lewat Kredit Ekspor
7.  Penjarahan kekayaan intelektual masyarakat/komunitas

PERAN PEMUDA
?????



*) salah seorang PW PII NTB