Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, pembaru agung itu telah wafat berabad-abad yang lalu di dalam penjara Damaskus, sesudah melakukan jihad panjang di dalam hidupnya. Melalui pena dan lisannya yang tajam berisi, beliau runtuhkan sendi-sendi kesesatan ahli bid’ah dan ahli ahwa’ dari kalangan ahli filsafat, ahli kalam, kaum tarekat Sufiyah, Syi’ah Rafidhah, Nushairiyah, kaum salibis maupun Yahudi serta yang lainnya.
Zaman Syaikhul Islam hidup adalah zaman di mana tersebar berbagai kebid’ahan dan kesesatan, kejahilan, dan taklid buta. Ditambah lagi, negara-negara Islam saat itu dalam bahaya besar yang mengancam, yaitu bangsa Tartar yang mulai menyerang pelbagai wilayah Timur Tengah.
Dalam kondisi seperti inilah Syaikhul Islam senantiasa berdiri tegar menghadang laju musuh-musuh Islam, baik dari kalangan ahli bid’ah maupun orang-orang kafir. Beliau berpindah dari satu majelis ke majelis lainnya, dari satu medan perang ke kancah pertempuran lainnya. Beliau berjuang, memerintahkan kebaikan, mencegah kemungkaran, memberi nasihat, menjelaskan dan membongkar berbagai kesesatan firqah-firqah sesat serta berusaha mengembalikan kaum muslimin kepada ajaran Islam yang murni.
Syaikhul Islam rahimahullahu telah meninggalkan warisan yang tak ternilai harganya. Bahkan ini merupakan salah satu rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan memelihara peninggalan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Betapa banyak warisan-warisan ilmiah para ulama besar masih tersimpan sebagai manuskrip. Belum dapat dipetik faedahnya oleh kaum muslimin, bahkan sebagiannya hilang atau mungkin tersimpan di perpustakaan-perpustakaan besar di seluruh dunia. Wallahul musta’an.
Beliau adalah pelopor setiap kebangkitan umat Islam di belahan bumi manapun. Umat yang terbimbing menuju jalan yang lurus tentu tidak akan lupa jasa besar beliau dalam menjelaskan rambu-rambu dan simbol-simbol Islam yang hampir pudar di bawah tumpukan bid’ah, hawa nafsu, adat istiadat, taklid, kedustaan, dan berbagai kebatilan. Sungguh, warisan Syaikhul Islam bersambung dengan kehidupan umat ini, dan akan terus demikian.
Dalam Ilmu-ilmu Ushul
Jasa beliau dalam bidang ilmu ushul, baik aqidah maupun manhaj dan ushul fiqihnya sangat besar. Terutama dalam bidang aqidah.
Al-Imam Al-Hafizh ‘Umar bin Al-Bazzar –salah seorang murid beliau– dalam kitabnya Al-A’lamul ‘Aliyah fi Manaqib Ibni Taimiyah menceritakan bagaimana keadaan tokoh-tokoh yang terbelit dengan kebingungan ilmu kalam dan filsafat. Mereka sama sekali tidak mampu merumuskan sebuah kebenaran di dalam hati mereka. Bahkan ilmu kalam dan filsafat yang mereka pelajari itu tidak mengakar pada diri mereka. Mereka melihatnya sebagai lembah kebingungan dan kesesatan.
Hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala anugerahkan kesempatan kepada mereka membaca buku-buku Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu yang sarat dengan dalil-dalil sam’iyat (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dan logika/nalar. Ternyata, buku-buku beliau rahimahullahu membuktikan bahwa akal yang sehat pasti bersesuaian dengan dalil-dalil sam’i tersebut. Akhirnya tersingkaplah kegelapan yang menyelimuti mereka akibat teori-teori ahli kalam dan hilanglah kekhawatiran tersesat dalam diri mereka ketika membahasnya.
Bahkan Al-Imam Al-Bazzar rahimahullahu menegaskan dengan ucapannya: “Siapa yang mau membuktikan benarnya perkataan saya ini, kalau dia mau, hendaklah dia meneliti buku-buku beliau dengan jujur, adil, jauh dari kedengkian dan penyelewengan, baik yang ringkas seperti Syarah ‘Aqidah Ashbahaniyah atau yang lebih luas Dar’ut Ta’arudh Al-‘Aql wan Naql…”
Al-Imam Al-Bazzar pernah menanyakan kepada beliau rahimahullahu mengapa beliau lebih banyak menulis dalam bidang ushul ini, ketika beliau meminta agar Syaikhul Islam mau menulis tentang fiqih. Tetapi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah memberi jawaban: “Masalah furu’, mudah. Siapa saja yang diikuti seorang muslim dari sekian ulama maka dia boleh mengamalkannya, selama tidak nampak kesalahannya.
Adapun ilmu-ilmu ushul, karena banyaknya ahli bid’ah, orang-orang sesat pengikut hawa nafsu, ahli-ahli filsafat, kaum batiniah, mulhid, orang-orang yang berkeyakinan wihdatul wujud (manunggaling kawula gusti), dan lain-lain, yang ingin meruntuhkan sendi-sendi syariat ini. Bahkan kebanyakan mereka telah menjerumuskan manusia ke dalam keraguan tentang prinsip-prinsip pokok dien mereka. Sebab itulah saya tidak pernah mendengar atau melihat mereka yang berpaling dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, menyambut dan menerima pernyataan atau pendapat ahli kalam atau filsafat itu, melainkan akhirnya menjadi zindiq, tidak yakin dengan dien (Islam) dan aqidahnya.”
Termasuk dalam hal ini adalah karya Syaikhul Islam dalam aqidah dan manhaj, yang sarat dengan penetapan kaidah pokok yang menyeluruh sekaligus bantahan terhadap berbagai teori filsafat dan ilmu kalam yang disusupkan ke dalam aqidah Islam.
Dalam banyak tulisannya, Syaikhul Islam selalu menganjurkan untuk merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber utama syariat Islam. Beliau berkata: “Adapun berita dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah berita yang haq (pasti dan benar)… Tidak mungkin berita dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengandung kebatilan…”
Beliau juga mengatakan: “Tidak satupun mereka menyempal dengan satu pendapat ganjil dari mayoritas muslimin, melainkan di dalam Kitab Allah dan As-Sunnah ada dalil yang menerangkan kerusakannya (kesesatannya). Adapun pendapat yang diterangkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah, tidaklah dikatakan syadz (ganjil), meskipun yang menyuarakannya lebih sedikit dibandingkan yang mengatakan pendapat yang salah… Sehingga jumlah banyak atau sedikitnya yang mengucapkan, tidaklah dianggap….”
Beliau menegaskan pula wajibnya mengedepankan syariat daripada akal ketika dianggap ada pertentangan di antara keduanya. Sebab sejatinya, akal yang sehat, tidak akan mungkin bertentangan dengan dalil-dalil naqli (Al-Qur’an dan As-Sunnah) yang jelas dan gamblang.
Karya-karya beliau dalam bidang ini antara lain:
- Al-Aqidah Al-Wasithiyah, yang ditulis beliau atas permintaan seorang qadhi Wasith. Kitab ini ditulis setelah selesai shalat ‘ashar. Di dalamnya beliau jelaskan prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, baik terkait tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala atau rukun iman lainnya. Lawan-lawan beliau menghadirkan Shafiyuddin Al-Hindi, syaikh para syaikh yang ada untuk berdebat dengan Syaikhul Islam rahimahullahu.
1- Al-Hamawiyah, juga beliau tulis dalam waktu yang sangat singkat, antara shalat zhuhur dan ‘ashar. Bahkan sebagian tokoh Syafi’iyah, Imamuddin Al-Quzwaini meminta beliau membacakan kepadanya dan menjelaskan beberapa hal yang masih musykil. Setelah mendapat keterangan yang memuaskan, qadhi memutuskan bahwa semua yang mencela Syaikh (Ibnu Taimiyah) diberi peringatan.
2- Dar’ut Ta’aradh ‘Aqli wan Naqli, salah satu kitab utama Syaikhul Islam yang membantah pemikiran kaum Asya’irah (Asy’ariyah, red.) yang mengharuskan didahulukannya akal daripada wahyu jika bertentangan.
Dalam Bidang Tafsir
Ibnu ‘Abdil Hadi rahimahullahu, salah seorang murid Syaikhul Islam mengatakan: “Adapun tafsir, maka diserahkan kepada beliau. Beliau sangat cepat dan kuat dalam menghadirkan sejumlah ayat Al-Qur’an ketika menerangkan satu masalah. Bahkan beliau mengumpulkan pendapat ahli tafsir dari kalangan salaf yang menyebutkan sanad dalam kitab-kitab mereka lebih dari 30 jilid. Sebagian dituliskan oleh para sahabatnya dan banyak pula yang belum mereka tulis.”
Adapun 30 jilid itu, belum tersusun berdasarkan mushaf yang mulia di tangan kita secara teratur. Lepas dari itu, beliau rahimahullahu, telah memberikan satu sumbangan besar yang berharga bagi kaidah-kaidah tafsir yang diteruskan oleh para ulama sesudah beliau. Kitab beliau Muqaddimah Ushul Tafsir terhitung kitab paling penting dalam bidang ini. Bahkan sejatinya, kitab ini merupakan bukti nyata metode (manhaj) yang ditempuhnya dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’anul Karim.
Dalam kitab tersebut, beliau telah membuka pintu selebar-lebarnya untuk memahami maksud Al-Qur’an. Beliau letakkan kaidah dan timbangan serta metode tarjih terhadap beberapa pendapat. Tetapi Syaikhul Islam tidak bertaklid kepada salah seorangpun dari ahli tafsir sebelum beliau ataupun ahli ilmu-ilmu Al-Qur’an lainnya.
Beliau menegaskan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan kepada para sahabatnya makna-makna Al-Qur’an sebagaimana beliau menjelaskan lafadz-lafadznya kepada mereka g. Sehingga, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur`an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (An-Nahl: 44)
meliputi penjelasan tentang lafadz dan makna.
Bahkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ
“Maka apakah mereka tidak memerhatikan Al-Qur’an?” (Muhammad: 24)
dan ayat yang semakna, menjelaskan bahwasanya tidak mungkin mentadabbur Al-Qur’an tanpa memahami maknanya.
Sebab itulah perselisihan pendapat di kalangan sahabat dalam masalah tafsir sangat sedikit. Meskipun hal ini lebih banyak terjadi di antara para tabi’in daripada sahabat, tetapi jauh lebih sedikit dibandingkan dengan orang-orang yang sesudah mereka.
Dalam Bidang Fiqih dan Ushulnya
Sebagaimana telah diuraikan dalam pembahasan sebelumnya, Ibnu Az-Zamlakani mengatakan: “Ahli fiqih dari berbagai mazhab, jika diskusi bersama beliau, niscaya mereka memetik faedah dari beliau hal-hal yang sebelumnya tidak pernah mereka kenal.”
Terlebih lagi, beliau rahimahullahu telah mencapai tingkat mujtahid. Beberapa fatwa beliau menimbulkan pro dan kontra, sampai pemerintah waktu itu diminta menangkap dan memaksa beliau untuk tidak mengeluarkan fatwanya yang bertentangan dengan mazhab yang ada ketika itu.
Di antara fatwa paling masyhur diperselisihkan adalah masalah thalaq (talak/cerai); thalaq tiga sekaligus menurut beliau tetap jatuhnya satu. Kemudian dalam masalah ziarah kubur. Insya Allah diulas ringkas dalam Tuduhan dan Kedustaan Terhadap Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Lain-lain
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu bukan hanya seorang ilmuwan mujtahid dalam ilmu-ilmu syariah dan cabang-cabangnya. Atau kritikus tajam terhadap lawan debatnya yang menyelisihinya di bidang aqidah. Bukan pula semata pakar hadits yang hanya piawai di bidang ilmu-ilmu hadits dan rawi-rawinya. Bukan pula hanya seorang pemikir besar hingga mampu menumbangkan tokoh-tokoh besar ahli filsafat dan mantiq serta menjelaskan kesalahan-kesalahan dan ketergelinciran mereka dalam ilmu yang mereka susupkan ke dalam syariat yang mulia ini. Bukan hanya itu.
Tetapi, Ibnu Taimiyah adalah juga ahli perang dan ahli siasat syar’i yang ulung. Karya-karya beliau tentang politik Islam dan kepemerintahan membuktikan hal itu. Sebut saja beberapa kitab beliau tentang masalah ini, seperti Al-Hisbah fil Islam, As-Siyasah Asy-Syar’iyah, atau Wazhifatul Hukumah Al-Islamiyah, dan sejumlah fatwa lainnya. Sampai-sampai seorang orientalis Perancis, Henry Louis mengumpulkan pandangan-pandangan Syaikhul Islam tentang sosial politik bahkan menjadikannya sebagai topik salah satu pembahasan tesis doktoralnya di Paris.
Tak kalah pentingnya, bahkan dapat dikatakan sebagai salah satu penentu masa depan Islam dan kaum muslimin, sesudah rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tentunya, adalah andil beliau dalam membangkitkan semangat para penguasa dan kaum muslimin menghadapi bangsa Tartar.
Dapat diringkas peran beliau dalam menghadapi bangsa Tartar sebagai berikut:
1. Tanggal 17 Syawwal 697 H, beliau membangkitkan semangat kaum muslimin dan penguasa mereka untuk berjihad. Beliau jelaskan pahala yang diterima para mujahid.
2. Tahun 699 H –ketika Qazan mendekati Syam–, beliau menemui Qazan bersama beberapa tokoh negeri itu, meminta jaminan keamanan bagi negeri itu. Syaikhul Islam berbicara dengan kalimat-kalimat yang tajam dan pedas, hingga orang-orang yang ikut menyertai, merasa yakin beliau akan dibunuh. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan beliau dan kaum muslimin.
3. Ketika Tartar menguasai Damaskus, mereka ingin menguasai pula benteng penduduk Damaskus. Syaikhul Islam datang kepada penguasa benteng yang ingin menyerahkan benteng itu kepada Tartar. Beliau berkata: “Seandainya tidak ada yang tersisa selain satu batu bata di benteng ini, tetap jangan anda serahkan kepada mereka, kalau anda mampu.” Akhirnya benteng itupun selamat dari cengkraman Tartar.
4. Ibnu Taimiyah kembali menemui raja Tartar tanggal 20 Rabi’ul Akhir (699 H), namun tidak jadi bertemu. Beliau lalu menemui Bulai (seorang jenderal Tartar) dan membicarakan tawanan muslimin yang ada di tangannya. Akhirnya dibebaskanlah sebagian besar tawanan itu, dan beliau tinggal bersama mereka selama tiga hari.
5. Setelah Tartar meninggalkan Syam, negara dalam keadaan mencekam. Rakyat diliputi ketakutan luar biasa, kapan Tartar akan menyerang lagi? Merekapun berkumpul menjaga benteng kota untuk mempertahankan negara. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah setiap malam berkeliling menghasung dan memberi semangat untuk tetap sabar dan terus berperang. Beliau bacakan kepada mereka ayat-ayat jihad dan ribath (berjaga di perbatasan wilayah muslimin).
6. Tahun 700 H, tersebar desas-desus Tartar akan menyerang Syam sekali lagi. Rakyat resah luar biasa. Ibnu Katsir menceritakan: “Di awal Shafar, datang berita bahwa Tartar menuju Syam siap untuk memasuki Mesir. Rakyat tersentak, bertambah-tambah kelemahan mereka, bahkan serasa hilang kesadaran mereka. Akhirnya mereka segera berusaha melarikan diri menuju Mesir atau benteng-benteng yang kokoh. Harga unta naik menjadi seribu dirham dan keledai menjadi limaratus dirham. Sedangkan perabotan dan pakaian serta barang-barang lainnya terpaksa dijual murah. Syaikhul Islam tetap di majelisnya di masjid Jami’ menghasung kaum muslimin untuk berperang. Beliau uraikan ayat dan hadits tentang jihad. Beliau melarang agar jangan buru-buru melarikan diri. Bahkan beliau menyatakan wajib memerangi bangsa Tartar. Akhirnya, diumumkan kepada seluruh rakyat untuk tidak keluar kota kecuali dengan surat jalan resmi. Rakyatpun berhenti mengungsi (melarikan diri).
Rakyat semakin kalut ketika Sultan kembali ke Mesir. Merekapun keluar meninggalkan Syam. Syaikhul Islam datang ke wakil penguasa di Syam dan memberi semangat serta mendorong mereka mengundang Sultan datang ke Damaskus. Wakil itupun datang menemui Sultan, tetapi tidak mendapatinya di Mesir, ternyata Sultan sudah masuk ke Kairo. Pasukanpun tercerai berai. Ibnu Taimiyah menemui Sultan dan membujuknya menyiapkan pasukan menuju Syam. Kata beliau ketika itu: “Jika anda tidak mau kembali ke Syam dan melindunginya, kami akan angkat seorang penguasa yang mengatur dan melindunginya serta memerhatikannya di waktu aman.”
Beliau terus mendorong hingga terkumpullah pasukan besar siap menuju Syam. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tetap di Mesir selama delapan hari menghasung mereka berjihad. Akhirnya, mereka menerima seruan beliau, dan beliaupun kembali ke Syam. Kemudian, datanglah berita ke wilayah Syam bahwa Tartar sudah kembali, tidak jadi menyerang Syam. Rakyatpun kembali merasa aman.
7. Dalam pertempuran di Syaqhab, tahun 702 H, di mana Tartar mengalami kekalahan, peran Syaikhul Islam juga sangat besar. Beliau memberikan kabar gembira akan kemenangan mereka, bahkan bersumpah: “Demi Allah, Yang tidak ada sesembahan yang haq kecuali Dia, bahwasanya kamu akan ditolong mengalahkan mereka, pada kesempatan ini.” Seorang pembesar menegur: “Katakanlah: ‘Insya Allah’.” Beliau menukas: “Insya Allah sebagai penegas, bukan menggantungkan.”
Beberapa pembesar seperti panglima Husamuddin Lajin Ar-Rumi, Shalahuddin bin Al-Malik As-Sa’id Al-Kamil, dan beberapa orang terkemuka lainnya, gugur dalam peperangan itu. Menjelang ashar kaum muslimin dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala berhasil mengalahkan pasukan Tartar.
Malam harinya, pasukan Tartar dikepung oleh kaum muslimin ketika mereka berlindung di bukit-bukit. Kaum muslimin menyerang mereka bertubi-tubi dari segala penjuru hingga menjelang fajar. Akhirnya banyak di antara mereka yang terbunuh, bahkan yang tertangkap di antara mereka dihukum mati. Sebagian kecil ada yang selamat tetapi mereka binasa di lembah-lembah dan tempat lainnya, atau tenggelam di sungai Eufrat karena gelapnya malam.
Peranan beliau ini, termasuk penentu sejarah peradaban manusia di masa mendatang. Terusirnya bangsa Tartar dari Timur Tengah, membuat mereka berpikir keras untuk menyerbu kembali. Dengan selamatnya wilayah Timur Tengah ini, maka semenanjung Eropa dan sekitarnya terselamatkan pula dari jarahan mereka. Wallahu a’lam.
Tidak banyak sumber yang menerangkan andil besar beliau dalam jihad menghadapi kaum salibis sebelum mereka diusir dari negeri Syam terakhir kalinya. Hanya saja, Al-Bazzar menceritakan, ketika memaparkan keteguhan dan keberanian Syaikhul Islam: “Mereka ceritakan bahwa mereka melihat Ibnu Taimiyah ketika membebaskan ‘Akkah memperlihatkan keberanian yang luar biasa. Tak mungkin diterangkan dengan kata-kata. Kata mereka: ‘Sungguh, salah satu sebab kaum muslimin menguasai kembali kota ini adalah karena tindakan, tepatnya arahan dan pandangan beliau’.”
Padahal usia beliau ketika itu baru sekitar 30 tahun. Wallahu a’lam.
1 Beberapa tokoh seperti As-Subki tidak merasa kagum dengan terbungkamnya Shafiyuddin Al-Hindi. Bahkan mereka berusaha menutup-nutupi kenyataan ini. Akan tetapi, Al-Hafizh Ibnu Hajar dengan tegas menerangkan bahwa tidak ada yang tetap berdebat dengan Ibnu Taimiyah sampai selesai melainkan Ibnul Wakil. Wallahu a’lam.
Friday, February 5, 2010
مراتب الإيمان خمسة
1. إيمان تقليد: هوالجزم بقول الغيرمن غير أن يعرف دليلاوهويصح إيمانه مع العصيان بتركه النظر أى الإستدلال إن كان قادرا على الدليل
2. إيمان علم وهو معرفة العقائدبادلتهاوهذامن علم اليقين وكلاالقسمين صاحبهما محجوب عن ذات الله تعالى
3. إيمان عيان وهومعرفة الله بمراقبةالقلب فلايغيب ربه عن خاطره طرفة عين بل هيبته دائمافى قلبه كأنه يراه وهومقا مقام المراقبة ويسمى عين اليقين
4. إيمان حق وهورؤية الله تعالىبقلبه وهومعنى قولهم العارف يراه وهومقام المراقبة ويسمى عين اليقين
5. إيمان حقيقة وهوالفناءبالله والسكربحبه فلايشهدالاإياه كمن غرق فى بحرولم يرله ساحلا
والواجب على الشخص احدالقسمين الأولين وأماالثلاثة الأخرفعلوم ربانية يخص بها من يشاءمن عباده
(من شرح كاشفة السجا للشيخ الإمام عبدالمعطى محمد نواوى الجاوى على سفينة النجا للشيخ العالم الفاضل سالم بن سمير الحضرى)
2. إيمان علم وهو معرفة العقائدبادلتهاوهذامن علم اليقين وكلاالقسمين صاحبهما محجوب عن ذات الله تعالى
3. إيمان عيان وهومعرفة الله بمراقبةالقلب فلايغيب ربه عن خاطره طرفة عين بل هيبته دائمافى قلبه كأنه يراه وهومقا مقام المراقبة ويسمى عين اليقين
4. إيمان حق وهورؤية الله تعالىبقلبه وهومعنى قولهم العارف يراه وهومقام المراقبة ويسمى عين اليقين
5. إيمان حقيقة وهوالفناءبالله والسكربحبه فلايشهدالاإياه كمن غرق فى بحرولم يرله ساحلا
والواجب على الشخص احدالقسمين الأولين وأماالثلاثة الأخرفعلوم ربانية يخص بها من يشاءمن عباده
(من شرح كاشفة السجا للشيخ الإمام عبدالمعطى محمد نواوى الجاوى على سفينة النجا للشيخ العالم الفاضل سالم بن سمير الحضرى)
Wednesday, February 3, 2010
PEMUDA MENYIKAPI PASAR BEBAS
Oleh: Wahyu Mastariningsih*
Sebelum membahas bagaimana pemuda menyikapi pasar bebas, saya akan mencoba membahas tentang pasar bebas terlebih dahulu, termasuk didalamnya hal-hal yang mendasarinya, sekilas tentang sejarahnya, dampak yang ditimbulkan bagi duni terutama Indonesia, setelah itu peran kita sebagai pemuda, generasi penerus bangsa dalam menyikapi pasar bebas ini
PASAR BEBAS
Sering kita dengar media biasa menggunakan kata-kata: "Rupiah anjlok karena pemerintah tidak mengikuti kemauan pasar atau kehendak pasar". Inilah yang dimaksud sebagai keterikatan terhadap Modal atau keterikatan terhadap Ekonomi Pasar. Arti yang dimaksud dari istilah "pasar" tersebut adalah sistem ekonomi yang kapitalistik. "Pasar Bebas" artinya kebebasan bergerak dari ekonomi modal (dan para pemilik modal) sebebas-bebasnya. Pasar bebas adalah mesin utama dari Globalisasi yang saat ini sedang naik daun. Dan untuk memahami Pasar Bebas ini, maka kita perlu memahami Neo-Liberalisme (liberalisme baru). Inilah ideologi mutakhir kapitalisme yang saat ini sedang jaya-jayanya, terutama slogan TINA (There is No Alternatives) dari mulut Margaret Thatcher salah seorang pengikut Hayek. Semenjak 1970-an hingga kini, Neo-Liberalisme mulai menanjak naik menjadi kebijakan dan praktek negara-negara kapitalis maju, dan didukung oleh pilar-pilar badan dunia: Bank Dunia, IMF dan WTO.
NEO-LIBERALISME
Dengan memahami Neo-Liberal, maka kita dapat memahami berbagai sepak terjang badan-badan multilateral dunia; kita dapat memahami perubahan kebijakan domestik di negara-negara maju; kita dapat memahami mengapa terjadi krisis moneter dan ekonomi yang tidak berkesudahan; kita dapat memahami mengapa Indonesia didikte dan ditekan terus oleh IMF; kita dapat memahami mengapa Rupiah tidak pernah stabil; kita dapat memahami mengapa BUMN didorong untuk di-privatisasi; kita dapat memahami mengapa listrik, air, BBM, dan pajak naik; kita dapat memahami mengapa impor beras dan bahan pangan lain masuk deras ke Indonesia; kita dapat memahami mengapa ada BPPN, Paris Club, Debt Rescheduling dan lain-lain; dan banyak lagi soal-soal yang
membingungkan dan memperdayai publik.
Program Neo-Liberal yang terkenal dan dipraktekkan dimana-mana adalah SAP (Structural Adjustment Program) yaitu Program penyesuaian struktural yang merupakan program utama dari Bank Dunia dan IMF, termasuk juga yang dilaksanakan WTO namun dengan nama yang berbeda. WTO memakai istilah-istilah seperti fast-track, progressive liberalization, harmonization dan lain-lain, yang Intinya tetap sama. Dengan nama yang sopan "penyesuaian struktural", namun yang sebenarnya dimaksud adalah "penghancuran dan pendobrakan radikal" terhadap struktur dan sistem lama yang tidak bersesuaian dengan mekanisme pasar bebas murni.
Jadi Pasar Bebas adalah intinya (mesin penggeraknya), Neo-Liberal adalah ideologinya, dan SAP adalah praktek atau implementasinya. Sementara tujuannya adalah ekspansi sistem kapitalisme global.
PASAR BEBAS VERSI NEO-LIBERALISME
Sejarah Neo-Liberal bisa dirunut jauh ke masa-masa tahun 1930-an. Adalah Friedrich von Hayek
(1899-1992) yang bisa disebut sebagai Bapak Neo-Liberal. Hayek terkenal juga dengan julukan
ekonom ultra-liberal. Muridnya yang utama adalah Milton Friedman, pencetus monetarisme.
Pandangan Neo-Liberal dapat diamati dari pikiran Hayek. Bukunya yang terkenal adalah
"The Road to Serfdom" (Jalan ke Perbudakan)
Buku tersebut kemudian menjadi kitab suci kaum kanan dan diterbitkan di Reader’s Digest di tahun 1945. Neo-liberal menginginkan suatu sistem ekonomi yang sama dengan kapitalisme abad-19, di mana kebebasan individu berjalan sepenuhnya dan campur tangan sesedikit mungkin dari pemerintah dalam kehidupan ekonomi. Regulator utama dalam kehidupan ekonomi adalah mekanisme pasar, bukan pemerintah. Mekanisme pasar akan diatur oleh persepsi individu, dan pengetahuan para individu akan dapat memecahkan kompleksitas dan ketidakpastian ekonomi, sehingga mekanisme pasar dapat menjadi alat juga untuk memecahkan masalah sosial. Menurut mereka, pengetahuan para individu untuk memecahkan persoalan masyarakat tidak perlu disalurkan melalui lembaga-lembaga kemasyarakatan. Dalam arti ini maka Neo-liberal juga tidak percaya pada Serikat Buruh atau organisasi masyarakat lainnya.
Dengan demikian Neo-liberal secara politik terus terang membela politik otoriter.
Demokrasi politik, menurut neo-Liberal, dengan demikian adalah sistem politik yang menjamin terlaksananya kebebasan individu dalam melakukan pilihan dalam transaksi pasar, bukan sistem politik yang menjamin aspirasi yang pluralistik serta partisipasi luas anggota masyarakat. Bahkan salah seorang pentolan neo-Liberal, William Niskanen, menyatakan bahwa suatu pemerintah yang terlampau banyak mengutamakan kepentingan rakyat banyak adalah pemerintah yang tidak di nginkan dan tidak akan stabil. Bila terjadi konflik antara demokrasi dengan pengembangan usaha yang kapitalistis, maka mereka memilih untuk mengorbankan demokrasi.
Salah satu benteng neo-liberal adalah Universitas Chicago, di mana Hayek mengajar di situ antara
tahun 1950 sampai 1961, dan Friedman menghabiskan seluruh karir akademisnya. Karena itu
mereka juga terkenal sebagai "Chicago School ". Buku Friedman adalah "The Counter Revolution in Monetary Theory", yang menurutnya telah dapat menyingkap hukum moneter yang telah diamatinya dalam berabad-abad dan dapat dibandingkan dengan hukum ilmu alam. Friedman percaya pada freedom of choice (kebebasan memilih) individual yang ekstrim. Dengan demikian, neo-Liberal tidak mempersoalkan adanya ketimpangan distribusi pendapatan di dalam masyarakat. Pertumbuhan konglomerasi dan bentuk-bentuk unit usaha besar lainnya semata-mata dianggap sebagai manifestasi dari kegiatan individu atas dasar kebebasan memilih dan persaingan bebas. Efek sosial yang ditimbulkan oleh kekuasaan ekonomi pada segelintir kelompok kuat tidak dipersoalkan oleh neo-Liberal. Karenanya demokrasi ekonomi tidak ada di dalam agenda kaum neo-Liberal.
Sejak tahun 1970-an, neo-Liberal mulai berkibar. Sejak itu pulalah seluruh paradigma ekonomi secara perlahan masuk ke dalam cara berpikir neo-Liberal, termasuk ke dalam badan-badan multilateral, Bank Dunia, IMF dan GATT (kemudian menjadi WTO). Doktrin pokok dari Thatcher adalah paham kompetisi – kompetisi di antara negara, di antara wilayah, di antara perusahaan-perusahaan, dan tentunya di antara individu.
Kompetisi adalah keutamaan, dan karena itu hasilnya tidak mungkin jelek. Karena itu kompetisi dalam pasar bebas pasti baik dan bijaksana. Kata thatcher suatu kali, “Adalah tugas kita untuk terus mempercayai ketidakmerataan, dan melihat bahwa bakat dan kemampuan diberikan jalan
keluar dan ekspresi bagi kemanfaatan kita bersama”. Artinya, tidak perlu khawatir ada yang tertinggal dalam persaingan kompetitif, karena ketidaksamaan adalah sesuatu yang alamiah. Akan tetapi ini baik karena berarti yang terhebat, terpandai, terkuat yang akan memberi manfaat pada semua orang.
KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PASAR BEBAS, NEO-LIBERALISME
Sejak 1980-an pula, bersamaan dengan krisis hutang Dunia Ketiga, maka paham neo-Liberal menjadi paham kebijakan badan-badan dunia multilateral Bank Dunia, IMF dan WTO. Tiga poin dasar neo-Liberal dalam multilateral ini adalah: pasar bebas dalam barang dan jasa; perputaran modal yang bebas; dan kebebasan investasi. Sejak itu Kredo (paham) neo-Liberal telah memenuhi pola pikir para ekonom di negara-negara tersebut. Kini para ekonom selalu memakai pikiran yang standard dari neo-Liberal, yaitu deregulasi, liberalisasi, privatisasi dan segala jampi-jampi lainnya. Kaum mafia Berkeley UI yang dulu neo-klasik, kini juga berpindah paham menjadi neo-liberal. Poin-poin pokok neo-Liberal dapat disarikan sebagai berikut:
1. ATURAN PASAR. Membebaskan perusahaan-perusahaan swasta dari setiap keterikatan yang dipaksakan pemerintah. Keterbukaan sebesar-besarnya atas perdagangan internasional dan investasi. Mengurangi upah buruh lewat pelemahan serikat buruh dan penghapusan hak-hak buruh. Tidak ada lagi kontrol harga. Sepenuhnya kebebasan total dari gerak modal, barang dan jasa.
2. MEMOTONG PENGELUARAN PUBLIK DALAM HAL PELAYANAN SOSIAL. Ini seperti
terhadap sektor pendidikan dan kesehatan, pengurangan anggaran untuk ‘jaring pengaman’
untuk orang miskin, dan sering juga pengurangan anggaran untuk infrastruktur publik, seperti
jalan, jembatan, air bersih – ini juga guna mengurangi peran pemerintah. Di lain pihak mereka
tidak menentang adanya subsidi dan manfaat pajak (tax benefits) untuk kalangan bisnis.
3. DEREGULASI. Mengurangi paraturan-peraturan dari pemerintah yang bisa mengurangi
keuntungan pengusaha.
4. PRIVATISASI. Menjual BUMN-BUMN di bidang barang dan jasa kepada investor swasta.
Termasuk bank-bank, industri strategis, jalan raya, jalan tol, listrik, sekolah, rumah sakit,
bahkan juga air minum. Selalu dengan alasan demi efisiensi yang lebih besar, yang nyatanya
berakibat pada pemusatan kekayaan ke dalam sedikit orang dan membuat publik membayar
lebih banyak.
5. MENGHAPUS KONSEP BARANG-BARANG PUBLIK (PUBLIC GOODS) ATAU KOMUNITAS.
Menggantinya dengan “tanggungjawab individual”, yaitu menekankan rakyat miskin untuk mencari sendiri solusinya atas tidak tersedianya perawatan kesehatan, pendidikan, jaminan
sosial dan lain-lain; dan menyalahkan mereka atas kemalasannya.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan program di Bank Dunia dan IMF ini, maka program neo-Liberal, mengambil bentuk sebagai berikut:
1. Paket kebijakan Structural Adjustment (Penyesuaian Struktural), terdiri dari komponen-
komponen: (a) Liberalisasi impor dan pelaksanaan aliran uang yang bebas; (b) Devaluasi; (c)
Kebijakan moneter dan fiskal dalam bentuk: pembatasan kredit, peningkatan suku bunga
kredit, penghapusan subsidi, peningkatan pajak, kenaikan harga public utilities, dan penekanan untuk tidak menaikkan upah dan gaji.
2. Paket kebijakan deregulasi, yaitu: (a) intervensi pemerintah harus dihilangkan atau
diminimumkan karena dianggap telah mendistorsi pasar; (b) privatisasi yang seluas-luasnya
dalam ekonomi sehingga mencakup bidang-bidang yang selama ini dikuasai negara; (c)
liberalisasi seluruh kegiatan ekonomi termasuk penghapusan segala jenis proteksi; (d)
memperbesar dan memperlancar arus masuk investasi asing dengan fasilitas-fasilitas yang
lebih luas dan longgar.
3. Paket kebijakan yang direkomendasikan kepada beberapa negara Asia dalam menghadapi
krisis ekonomi akibat anjloknya nilai tukar mata uang terhadap dol ar AS, yang merupakan
gabungan dua paket di atas ditambah tuntutan-tuntutan spesifik disana-sini.
PASAR BEBAS, NEO-LIBERALISME di INDONESIA
Di Indonesia, paham neo-liberal mulai terasa pengaruhnya di tahun 1980-an, ketika pemerintah
mulai menerapkan kebijakan liberalisasi keuangan dan ekonomi, yang berujud dalam berbagai
paket deregulasi semenjak tahun 1983. Paralel dengan masa itu adalah terjadinya krisis hutang
dunia Ketiga di tahun 1982, ketika Mexico default (menyatakan tidak mampu membayar
hutangnya). Setelah itu Bank Dunia dan IMF masuk ke dalam perekonomian negara-negara yang
terkena krisis hutang lewat perangkat SAP. Saat itu terutama di negara-negara Amerika Latin dan
Afrika. Indonesia belumlah terkena krisis, dan karenanya jauh dari hiruk-pikuk SAP. Akan tetapi
sejak itu jelas pola pembangunan Indonesia mulai mengadopsi kebijakan neo-liberal, khususnya
karena keterikatan Indonesia kepada IGGI, Bank Dunia dan IMF.
Berbagai kebijakan deregulasi perbankan dan keuangan di awal tahun 1980-an adalah awal dari
liberalisme ekonomi dan dominasi paham neo-liberal di antara para ekonom. Sejak itu berbagai
kebijakan, peraturan, dan tindakan pemerintah adalah untuk melayani kepentingan korporasi, yang
pada masa itu adalah para konglomerat Orde Baru, keluarga Suharto dan TNC/MNC (pemodal asing) yang digandengnya.
Globalisasi melestarikan kompradorisme (kaki tangan dan kepanjangan tangan kapitalisme
internasional), tetapi sekaligus juga hendak menancapkan kukunya lebih dalam lagi guna
menguasai secara total perekonomian nasional suatu negara. Pada intinya adalah
menghancurkan kedaulatan nasional. Kaum komprador yang terlalu berkuasa secara nasional
juga tidak mereka sukai, seperti kerajaan bisnis Suharto serta kroni-kroni konglomeratnya, karena
seringkali mampu menghalang-halangi kepentingan kapital global untuk kepentingan mereka
sendiri yang mengganggu mekanisme pasar. Yang mereka inginkan sekarang adalah dominasi
sepenuhnya, mekanisme pasar sepenuhnya, dan kontrol hukum sepenuhnya.
Kita bisa mencatat banyak kejadian kasus globalisasi yang kemudiannya telah menghancurkan
dan mengorbankan Indonesia , baik dari segi kedaulatan nasional, kedaulatan hukum, dan korban
berjuta-juta rakyat Indonesia memasuki masa depan yang gelap. Krisis yang terus berlanjut hingga
kini adalah gambaran bahwa Indonesia merupakan korban terparah globalisasi. Ini yang tidak mau
diakui oleh IMF, Bank Dunia dan para ekonom neo-liberal, yang selalu menyalahkannya kepada
pemerintah dan negara bersangkutan, baik dari segi KKN, korupsi, bad-governance dan lainnya
sistem Pasar Bebas yang kapitalistik memanfaatkan KKN untuk keuntungan
pemodal asing (TNC/MNC) dari negara-negara maju. Contoh paling jelas adalah Freeport di
Papua dan Exxon di Aceh. Sistem pasar bebas dan globalisasi ini mengekalkan hubungan neo-
kolonialisme-imperialisme, sehingga Indonesia sukar sekali keluar dari ketergantungannya pada
negara-negara maju dan badan-badan dunia tersebut.
MALAPETAKA NASIONAL
1. Perampokan besar-besaran Bank Sentral
2. Tambal sulam kemiskinan lewat utang
3. Penghancuran ketahanan pangan
4. Penciptaan pasar tanah
5. Penguasaan air minum
6. Mafia Utang lewat Kredit Ekspor
7. Penjarahan kekayaan intelektual masyarakat/komunitas
PERAN PEMUDA
?????
*) salah seorang PW PII NTB
Subscribe to:
Posts (Atom)