(disarikan dari tulisan Abu Hadid )
Pembukaan
Kewajiban dan urgensi berjamaah dan kepemimpinan
a. Dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar adalah kewajiban yang harus dilaksanakan baik oleh perorangan maupun oleh sebuah komunitas muslim untuk menjaga keberlangsungan syari’at Islam.
Allah ta’ala berfirman:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kalian sekelompok orang yang berdakwah kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali ’Imran [3]: 104).
Adapun bentuk komunitas muslim yang sesuai dengan sunnah Nabi adalah jama’ah dan imamah.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اَمَرَكُمْ بِخَمْسٍ مَا اَمَرَنِىَ اللهُ بِهِنَّ بِالْجَمَاعَةِ وَ السَّمْعِ وَ الطَّاعَةِ وَ الْهِجْرَةِ وَ الْجِهَادِ فِى سَبِيْلِ اللهِ فَاِنَّهُ مَنْ خَرَجَ عَنِ الْجَمَاعَةِ قَيْدَ شِبْرٍ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ الاِسْلاَمِ مِنْ عُنُقِهِ اِلاَّ اَنْ يَرْجِعَ { احمد والبيهقي 4/320و 202, 5/344 }
“Aku perintahkan kepada kalian 5 (lima) perkara, Allah telah memeerintahkan hal itu kepadaku, (yaitu agar kalian) berjama'ah, mendengar, tha’at, hijroh dan berjihad di jalan Allah. Karena sesungguhnya barang siapa yang keluar dari jama'ah (Jama’atul-muslimin) sejengkal saja, maka ia telah melepas ikatan Islam dari lehernya, kecuali jika ia kembali.” (Ahmad dan Baihaqi, 4/230,202,5/344)
Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu berkata:
اِنَّهُ لاَ اِسْلاَمَ اِلاَّ بِجَمَاعَةٍ وَ لاَ جَمَاعَةَ اِلاَّ بِإِمَارَةٍ وَ لاَ اِمَارَةَ اِلاَّ بِطَاعَةٍ {رواه الدارمى }
“Sesungguhnya tidak Islam kecuali dengan jama'ah, dan tidak ada jama'ah kecuali dengan imarah, serta tidak ada imaroh kecuali dengan ketaatan.” (HR. Ad-Darimiy).
b. Setiap orang yang beriman jika melihat kemungkaran wajib mencegah semampunya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam bersabda:
مَن رَأَى مِنكُم مُنكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ ، فَإِنْ لَم يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ ، فَإِن لَم يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Barang siapa dia antara kalian melihat kemungkaran hendaknya ia mengubah kemungkaran tersebut dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika ia tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu adalah iman yang paling lemah.”(HR. Muslim)
c. Jika ada tiga orang Muslim atau lebih berkumpul untuk sebuah urusan bersama, maka disyari’atkan untuk mengangkat seorang pemimpin di antara mereka.
Ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi was sallam:
إِذَا خَرَجَ ثَلاثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ
“Apabila tiga orang keluar untuk bersafar hendaknya mereka mengangkat satu orang di antara mereka sebagai amir.” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani)
Fase jamaah
Kehidupan manusia bak ubahnya siklus yang berjalan, semua tentu ada awal dan akhirnya, Ketiga fase tersebut, yakni lahir, hidup dan mati. Kalau kita mencermati dan memahami bahwa fase-fase tersebut juga berlaku bagi sebuah jamaah yang sedang berjuang menegakan Islam. tapi kenyataan hari ini banyak jamaah yang tidak memahami fase-fase perjuangan dari jama’ahnya sendiri yang akan berakibat:
1. Jama’ah tidak memiliki langkah-langkah untuk mencapai tujuannya dengan jelas dan terukur, lebih nyata, tidak sekedar rencana global yang sulit untuk dilaksanakan.
2. tidak memiliki indikator yang jelas dalam memberikan penilaian atas setiap langkah yang telah dilakukan atau dikerjakan jamaahnya, yang ada hanya “pokokya jalan”.
3. jajaran pengurus dan anggota akan merasa bahwa keberlangsungan jamaahnya hidup dan berkembang terus, padahal hanya berputar-putar tanpa arah yang jelas, antivitasnya hanya berkutat pada penata dan penataan semata.
4. tidak mampu mensikapi berbagai permasalahan atau persoalan yang muncul diinternal amaupun eksternal jama’ah, kalaupun mampu biasanya tidak tepat sasaran sehingga masalah atau persoalan yang muncul cenderung akan bias dan ngambang, sebab jama’ah tidak mengenali jati dirinya yang sebenarnya –sampai pada fase mana-
5. Tidak mampu memandang objektif dan realistis terhadap jama’ahnya sendiri dan seringkali diiringi pula dengan sikap meremehkan jama’ah lain,
indikator fase perjuangan:
1. Fase awal (Gagasan/perintisan) atau dikenal dengan masa “embrio jamaah”. Jika dihitung pada tinjauan manajemen, dihitung tempo 3 – 6 bulan.
Indikatornya:
a. Tersusunya konsep perjuangan jama’ah
b. Terbentuknya nama jamaah
c. Terbentunya pengurus, walaupun masih dalam taraf yang sangat sederhana
d. Deklarasi dan pencananan jamaah untuk bisa dikenal oleh ummat
2. Membangun sistem jamaah.. Maka dalam fase membangun sisten jama’ah akan berada dalam beberapa kondisi :
A. Jamaah akan semakin maju dan semakin dekat dengan tujuannya, jika para pelaku jamaah dalam jamaah mengerti, memahami pentingnya fase membangun sisten ini, kemudian ditindaklanjuti dengan beramal atau bekerja keras untuk terbagunnya sistern jamaah yang baik
B. Jamaah akan cenderung stagnan (tidak maju dan tidak pula mundur atau dengan istilah lain berputar-putar tanpa arah yang jelas). perubahan seringkali tidak terkait dengan perubahan sistem jamaah, atau dengan kata lain beraktivis tapi sistem jama’ah tidak terbangun. Harus bisa memedakan “membangun sistem jamaah” dengan “beraktivitas dalam jamaah”.
C. Jamaah akan cenderung mundur dan pada akhirnya akan bubar atau bahasa lainnya mati. jika jamaah tidak tahu membangun sistem jamaah, tidak tahu bagaimana harus memulai, tidak tahu bagaimana harus melangkah dan tidak tahu bagaimana harus mengukur tingkat keberhasilannya berjamaah dll.
Inilah fase yang sangat menentukan perjalanan jamaah, mampu maju pada fase selanjutnya atau tetap pada fase membangun sistem seterusnya (dari tahun-ketahun yang ada hanya penataan semata). bisa dilakukan dalam tempo 2 - 3 tahun.
indikator:
a. Tersususnya sistem administrasi dan tatalaksana jamaah secara baik
b. Terlaksanaanya seluruh program sariyah yang berada dalam jamaah sesuai dengan indikatornya sariyah masing-masin dan tidak terjadi ketimpangan.
c. Berjalannya sistem kerja dalam jamaah dari level paling atas hingga yang paling bawah, walaupun belum tarap sempurna sebagai sistem yang baik
d. Rotasi kerja dalam jamaah bisa berjalan secara sehat.
Kekuatan Nashrullah dalam berjamaah
kemenangan perjuangan untuk menegakkan Islam, hanya tercapai karena Nashrullah (pertolongan Allah). Tanpa Nashrullah, kemenangan tidak mungkin tercapai.
Allah l berfirman:
“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (Al-Baqarah: 249)
Umat Islam menang dalam perang Badar karena Nashrullah, meskipun pasukan dan persenjataan umat Islam sangat lemah, sedangkan pasukan dan persenjataan musuh sangat kuat. (Al-Anfâl: 9). Adapun dalam perang Hunain, umat Islam mengalami kekalahan meskipun pasukan dan persenjataannya lebih kuat dari apa yang dimiliki pasukan dan persenjataan musuh. Hal tersebut terjadi karena umat Islam melupakan Nashrullah dan bangga dengan kekuatan serta persenjataan pasukannya. (At-Taubah: 25-26).
Oleh sebab itu, diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:
A. Niat perjuangan wajib ikhlas, semata-mata mencari ridha Allah dan keselamatan di akhirat.
B. Cara perjuangan wajib benar, yakni mengikuti petunjuk sunnah.
Sebagian dari bentuk-bentuk perjuangan yang benar dan mengikuti petunjuk sunnah adalah:
1. Tujuan perjuangan adalah tegaknya Daulah/Khilafah Islamiyyah.
2. Cara mencapai tujuan adalah dakwah, jihad, amar ma’ruf dan nahi mungkar.
3. Sistem organisasi perjuangan adalah dalam bentuk Jama’ah dan Imamah. Yakni, sistem kepemimpinannya tunggal dan bukan merupakan sistem kepemimpinan kolektif.
Memilih amir/ pimpinan jamaah
Adapun ciri organisasi perjuangan yang sesuai dengan sunnah nabi, yang lazim disebut Sistem Jama’ah dan Imamah yang ciri-cirinya antara lain:
a. Amir Jama’ah dipilih oleh ulama dan para cendekiawan/tokoh dan tidak perlu diganti selama:
1. Masih hidup dan masih mampu melaksanakan amanah Jama’ah,
2. Tidak melanggar syariat.
Jadi, tidak perlu adanya penggantian Amir secara periodik dalam suatu kongres, seperti yang dilaksanakan oleh ormas-ormas yang mengikuti sunnah Yahudi.
b. Amir membentuk majelis Syura dari ahli ilmu dan tokoh masyarakat untuk membantu pemikiran dalam melaksanakan tugasnya dalam rangka menunaikan amanah Jama’ah.
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Ali-Imran: 159).
c. Amir tidak terikat hasil musyawarah majelis syura, tetapi memilih beberapa pandangan yang diyakini lebih tepat.
d. Amir wajib ditaati selama perintah dan kebijaksanaannya tidak maksiat berdasarkan dalil yang qath’i.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisâ’: 59).
e. Amir dan anggota jama’ah wajib selalu saling mewasiati dan saling mengingatkan.
Dengan izin Allah l dan dengan penuh kasih sayang-Nya juga, kami menasihatkan pada ormas dan orpol Islam untuk bermuhasabah sehingga dalam perjuangannya memenuhi syarat-syarat untuk mencapai nashrullah. Terutama cara organisasinya yang menurut pendapat kami, masih banyak yang menyalahi sunnah karena mengikuti sistem demokrasi.
Bagi kaum muslimin yang organisasi perjuangannya sudah dilaksanakan menurut sistem Jama’ah dan Imamah, kami panggil untuk berusaha menyatu di bawah satu komando. Jika belum, memungkinkan minimal mengadakan ta’awun ‘alal birri wat taqwa di antara Jama’ah.
Semoga Allahl memberkahi, membimbing, memberi petunjuk dan menolong perjuangan kita dalam rangka menegakkan Dien-Nya. Amîn.
Wassalam.
(Jakarta, 17 Ramadhan 1429, Abu Bakar Ba’asyir)
References:
www.ansharuttauhid.com
Saturday, January 23, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment